Jumat, 21 Agustus 2009

Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryamentaram

AJARAN Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryamentaram, mampu menunjukkan bahwa pada diri seseorang ada elemen kunci yang sangat menentukan bahagia tidaknya seseorang. Mengingat elemen tersebut merupakan elemen yang stabil, tenang, serta damai dan yang berubah-ubah, senantiasa jungkir balik serta selalu berusaha menurut keinginannya sendiri, khususnya yang berhubungan dengan semat, derajad, dan kramat.

Hal tersebut merupakan investigasi Prof Someya Yoshimichi, salah seorang Cultural Anthropologist senior dari Universitas Shizuoka Jepang.

Prof Someya Yoshimichi telah melakukan investigasi tentang Kawruh Jiwa Ki Ageng
Suryamentaram dengan judul penelitiannya, How did The People Get Hapiness through learning The Philosophy of Ki Ageng Suryamentaram.

Begitu cintanya dengan Kawruh Jiwa, di berbagai kegiatan seminar di Jepang, Prof Someya dalam makalahnya selalu menyinggung perihal Kawruh Jiwa. Satu diantara artikelnya pernah dimuat dalam Mainichi Shimbun (15/1-02), yang antara lain berani menawarkan Kawruh Jiwa sebagai alternatif untuk membahagiakan umat manusia dalam rangka menghadapi sisi-sisi negatif dari peradaban moderen.

Di Indonesia Prof Someya melakukan penelitian terhadap beberapa kelompok masyarakat yang menerapkan filsafat hidup Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryamentaram, antara lain dibeberapa daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DIY. Tertarik untuk melakukan investigasi karena memperoleh informasi bahwa kelompok-kelompok masyarakat yang menerapkan Kawruh Jiwa hidupnya sehat dan bahagia.

Ki Ageng Suryamentaram, dengan nama kecil BRM Kudiarmaji salah seorang putera Sri Sultan
Hamengku Buwono VII. Seorang pangeran, kelahiran 20 Mei 1892 ini karena kegalauan perasaannya serta keinginannya yang sangat besar terhadap masalah-masalah kejiwaan, beliau dengan kesederhanaannya berkelana mencari hakikat hidup serta mengembangkan pengetahuannya perihal Kawruh Jiwa.

Dengan latihan melakukan mawas diri, orang akan mampu untuk senantiasa nyawang karep secara damai. Dan memandu karep agar senantiasa mengikuti jalan alamiah dan bertingkah laku benar.

Menurut Ki Ageng, seseorang akan memperoleh kebahagiaan, ketika ia mampu memposisikan
dirinya mandiri, terbebas dari karep yang tidak stabil dan mudah terombang-ambing berbagai
keadaan yang ada. Maka, dengan cara tersebut seseorang dapat memperoleh ketenangan,
kesejukan, dan kestabilan, sehingga dapat hidup sehat dan bahagia.

Salah seorang anggota Komunitas Pelajar ‘Kawruh Jiwa’ Yogyakarta, Ir Prasetyo Atmosutedjo, MM menjelaskan, Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryamentaram menunjukkan bahwa dalam hidup ini bungah dan susah senantiasa silih berganti dan langgeng.

Jadi, dalam menghadapi hidup tidak perlu ada yang dikhawatirkan, ungkapnya. Dan pemahaman tersebut sangat efektif membesarkan hati orang yang sedang tertimpa kesusahan, karena ia akan memahami kesusahannya tidak akan berkepanjangan.

Dengan sifat analitiknya, lanjut Prasetya, Kawruh Jiwa membebaskan seseorang dari
kekecewaan atas masa lalu dan kekhawatiran akan masa depan. Dari kabar burung tidak bertanggung jawab, dari takhayul yang tidak berdasar dan bahkan dari berita sejarah, sehingga seseorang dapat lebih fokus berkonsentrasi pada masalah yang harus dihadapinya kini dan di sini, atau dalam bahasa Jawa saiki kene. Konsentrasi semacam itu tidak diragukan lagi akan
mengantarkan seseorang kepada stabilitas psikologis.

Dengan stabilitas tersebut seseorang akan menjadi lebih mudah untuk hidup menurut aturan
alam. Dalam Kawruh Jiwa sering dikatakan sebagai hidup berdasarkan konsep enam sa yaitu, sa butuhe, sa kepenake, sa perlune, sa cukupe, sa mesthine, sa benere. Konsep enam sa Ki Ageng Suryamentaram yang dinamis dan damai itu juga pernah diungkapkan cukup panjang lebar oleh Prof Dr Emil Salim dalam menggambarkan idealnya pendekatan pembangunan ekonomi suatu bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar