Jumat, 21 Agustus 2009

Antara Ngelmu Sejati dan Ngelmu Karang

DI DALAM apa yang disebut Kejawen banyak jenis ngelmu dan laku. Selaras dengan wewarah leluhur bahwa belajar ngelmu Kejawen harus dilandasi pada semangat mencari mustikaning kelapa, yakni sampai pada pencerahan diri maupun lingkungannya, maka ngelmu dan laku juga bermacam ragam. Ada yang berkaitan dengan upaya kehidupan yang lahiriah, tetapi juga ada yang bergayut pada kepentingan batiniah, bahkan ada yang campuran antara keduanya. Demikian paling tidak dikedepankan penghimpun Kawruh Kejawen Ki Sondong Mandali yang meninggalkan tumpukan buku berisi wulang-wulang Kejawen.

Seperti halnya Kawruh sangkan paraning dumadi dan memayu hayuning bawana disebut ngelmu sejati. Lantaran merupakan ngelmu yang mengajarkan dasar kehidupan inti dari hidup manusia di dunia ini. Ngelmu sejati merupakan wujud ilmu kebatinan atau spiritual yang menuntun manusia memahami asal-usul kelahirannya di dunia ini dan kemana dia harus mengarahkan hidup ini, dan apa kewajibannya sebagai manusia diciptakan oleh Allah Yang Maha Kuasa.

Sedang ngelmu kebatinan yang tidak ada kaitannya dengan kawruh sangkan paran dan kawruh memayu hayuning bawana oleh Ki Sondong Mandali disebut sebagai ngelmu karang. Yaitu ngelmu kebatinan yang umumnya menuju kepada arah yang mendukung kepada keinginan besar untuk bisa menikmati kenikmatan duniawi. Kenikmatan duniawi itu biasa disebut dengan kata-kata khas dalam tembang maupun dalam wewarah atau unen-unen : Kumrubuking iwak, gumrincinge ringgit, lan kumlerape pupu kuning.

Di dalam Serat Wedhatama, atau ngelmu tentang laku kautaman, kenikmatan di dunia
itu kalau bisa diwujudkan dalam tiga hal:

1. Kerta (Arta), yaitu : kecukupan keduniawi an atau kaya harta benda. 2. Wirya,
artinya mampu menjaga kehormatan-kewibawaan sehingga terhormat dan disegani
masyarakat. 3. Winasis,(arif bijaksana), bisa Jadi tempat orang ngangsu kawruh menimba ilmu kehidupan.

Bisa jadi hampir semua manusia mempunyai keinginan seperti yang disebut dalam Wewarah Wedatama tersebut. Dan itu sah-sah saja, sebab sebenarnya di tengah masyarakat dan keluarga tentu memerlukan adanya orang yang memiliki ambisi demikian. Adanya orang kaya diperlukan kalau ada yang membutuhkan biaya. Membutuhkan orang yang wirya sebagai seorang panutan dan pemimpin masyarakat.

Dalam kaitan dengan ini pemahaman wirya bukan hanya untuk pengertian dihormati saja. Tetapi memuat watak ksatria di dalam batinnya. Masyarakat juga membutuhkan orang-orang yang pandai winasis yang mempunyai wawasan yang luas. Sebab adanya orang pandai ini bisa menjadi tempat orang bertanya atau minta petunjuk agar hidupnya menjadi baik. Apabila orang tidak mempunyai keinginan tiga perkara tersebut Wedatama menyebutnya sebagai Pohon Jati aking. Pohon jati yang kering yang mengering.

Artinya hidupnya tidak mempunyai arti lagi. Jadi, menurut pujangga pencipta Wedatama, setiap manusia harus mempunyai cita-cita kerta, wirya, winasis tersebut. Hanya saja harus benar dan baik cara mewujudkan cita-citanya tersebut.

Kaya bukan karena mengambil bukan haknya atau korupsi, mencuri, kawiryan tidak lantaran menipu atau membohongi orang lain atau bahkan menindas rakyat . Serta kepandaiannya bukan hanya berwujud gelar kesarjanaan yang banyak dan berderet-deret.
Masyarakat memerlukan orang yang kaya mau menolong dan siap bahu membahu untuk masyarakat yang berkekurangan. Masyarakat juga memerlukan orang yang wirya-panutan yang mampu mengayomi, dan masyarakat juga membutuhkan orang yang pandai- winasis yang memang bisa ditimba ilmunya, terlebih ilmu kehidupannya yang baik.

Ada juga yang pemahaman akan piwulang kerta wirya winasis tadi salah dalam melaksanakannya. Yang diterima hanyalah kulitnya saja. Akibatnya menimbulkan pemahaman dan pengertian yang menyimpang jauh dari yang diartikan oleh yang memberikan piwulang. Pemahaman atau pengertian bahwa kebahagiaan hidup manusia itu kalau kaya, punya kekuasaan dan pandai, ini menjadi pertanyaan besar, sehingga dengan cara apapun bakal dicapai, meski itu caranya tidak halal. Dengan kata lain ?tujuan menghalalkan cara?.

Oleh karena ingin cepat kaya dan mempunyai kekuasaan dan ingin cepat-cepat dianggap orang pandai lalu mencari mudahnya saja. Kekayaannya dicapai dengan menggunakan cara yang salah, seperti korupsi atau dengan cara yang tidak benar. Ingin jadi penguasa kemudian meminta pertolongan orang-orang yang sakti mandraguna yaitu dengan membayar menggunakan cara-cara premanisme. Dan supaya dianggap orang pandai lalu membeli gelar kesarjanaan.

Ngelmu kebatinan yang digunakan untuk mencari kekayaan, aji-aji, pangaribawa,
jimat, gendam, dan sejenisnya di dalam Serat Wedhatama dianggap kurang pada tempatnya dan kurang baik. Sebab dianggap kekarangan atau bersekutu dengan bangsa mahkluk gaib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar